Pare
Buatku pare adalah kampung kecil yang modern. I was shocked ketika pertama kali datang ke pare, apa lagi ketika melihat UMKM disana sudah menyediakan pembayaran melalui Qris, dan itu hampir 95%.
Tapi dalam tulisan ini bukan soal UMKM yang ingin aku bagikan ke kalian, melainkan soal studiku selama di pare. Aku datang ke pare tanggal 01 Mei, tepatnya di malam pergantian bulan April ke Mei. Pada awalnya aku datang ke sana untuk memenuhi ambisiku yang sudah kegatalan ingin bisa berbicara bahasa inggris, biar bisa conversation dengan aa dan teteh bule secara langsung.
Hari pertama mengikuti kelas, aku merasa shocked karena aku datang kesana benar-benar started from zero, aku hanya mengetahui I love you and I hate you saja. Tak seperti teman-teman ku yang sudah banyak menguasai English vocabulary.
Pada awalnya aku minder setelah melihat kemampuan teman-teman, dan setelah beberapa hari kemudian, aku masih minder juga! Tapi yah sudahlah, ini keputusan yang sudah aku ambil maka harus aku selesaikan, ucapku pada diri sendiri! Walaupun rasa minder ini tetap ada tapi semangat belajar tidak boleh patah, iya kan?
Ketika prem 1 aku sangat disibukkan oleh sistem yang dibuat oleh lembaga, dalam satu hari aku punya tiga kelas, pagi, siang dan malam. Setiap kelas pasti akan memberi tugas agar kita senantiasa belajar dari pagi sampai malam. Namun ketika ada sedikit waktu luang, aku dan teman-teman lain selalu membuat agenda study together di sore hari untuk mengulas ulang materi grammar di kelas pagi, luar biasa bukan?
Sejauh ini pare menurutku have a unique culture for developing your english skill, karena di sana banyak sekali lembaga kursus, setiap lembaga memiliki keunikan dan strateginya masing-masing untuk mengajarkan bahasa inggris dengan tepat.
Seperti yang saya alami, pada awalnya hanya tahu I love you and I hate you sekarang sudah bertambah I still love you.
Komentar
Posting Komentar